Notes

MERINDUKAN SEORANG SAHABAT -TULISAN UNTUK AMALIA RAHMAH
3 Maret 2009 oleh Destri Atmayanti
 
Tidak, ia bukannya sudah meninggal aku membuat tulisan ini. Insya Allah ia masih sehat wal-afiat disuatu tempat- Aku berdoa untuk keselamatannya dan semoga Lia selalu dalam lindungan & hidayah Allah. Aku membuat tulisan ini karena sudah lama aku tak bertemu dengannya baik secara fisik maupun telephon, sms, e-mail, Facebook, Friendster, apapun. Dan beberapa hari yang lalu, seorang teman mengabarkan tentang keadaannya akhir-akhir ini. Kabar yang tak bisa ditabayun-kan karena ga ada akses kepadanya. Mau tak mau obrolan itu mengingatkan aku pada masa-masa pertemanan kami dan yah, ini adalah ungkapan kerinduanku pada my beloved sister.
Aku punya surat yang sangat teristimewa yang ia buat saat kami berpisah hampir 3 tahun yang lalu. Sempat kehilangan surat ini, dan aku suntuk seharian. Bukan suratnya yang berharga, tapi penggalan momen-momen yang ia tuangkan dalam surat itu. Selalu mengingatkanku masa-masa itu. Masa kampus, masa perjuangan, masa pencarian jati diri, masa pengorbanan. Surat ini sarat nasehat khas Lia, ringan dibalut dengan humor, tapi sangat mengena. Setiap aku lagi “down” aku pasti baca lagi, baca lagi surat ini
Aku ingin membaginya dengan siapa aja, membagi rasa bahagia memiliki ukhuwah saudara seiman. Ikatan cinta karena Allah. Dan harapanku, surat ini pun bisa mengingatkannya kembali bila ia mengalami masa-masa sulit, ia punya saudara disini yang sangat ingin bertemu dan membantunya,

Ditulis dengan tulisan tangan khas dirinya, kecil dan rapi, diawali dengan BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM dalam tulisan Arab, ini isi suratnya,

“Perpisahan adalah suatu Keniscayaan”

Ya, karenanya pertemuan menjadi begitu bermakna…Tapi, Ini bukanlah suatu perpisahan, mungkin ini adalah surat kedua yang pernah aku torehkan, surat pertamaku adalah surat tabayunisasi (ingat ga?k-lo ga berbentuk surat, yo berarti sms)

- Sejujurnya aku ngga ingat…maaf ya Li..^ ^;

Mengenalmu adalah anugerah…
Melihatmu akhir-akhir ini, begitu banyak kenangan yang berkelebat di benakku, (walaupun sebenarnya, aktivitasmu ga romantis bgt, dari air ke air, alias nyuci mulu…^_^)
Jujur, ini adalah pertamakalinya aku merasa begitu kesulitan untuk menorehkan untaian kata…Terlalu banyak yang sudah kita lewati, terlalu banyak yang sudah kita keluarkan…senyum, tawa, bahkan airmata-lah yang menjadi saksi atas episode kebersamaan kita, dan semoga senyuman & airmata itulah yang akan menjadi pemberat timbangan amal qt di akhirat..Karena aku yakin, senyuman yang tercipta, airmata yang terkuras, adalah ekspresi kecintaan kita, Ana Uhibbuki Fillah!


17 Agustus 2002
“Anak baru ya?” “ya. Mba” “lha mba?aq juga baru disini…” “ maaf mba, punya cairan yang buat ngepel ga?” “ Oh, ada ambil aja! “ “Eh, tapi kayaknya airnya kebanyakan deh!” “oh, ga pa-pa”


Sepenggal percakapan saat pertama kali bertemu dengan Lia. Aku baru saja pindah ke Kost As-Syamsa, base-campnya akhwat Hukum, merasa masih asing sebagai anak baru yang bukan akhwat (berarti ikhwan ya..hehehe..belum berhijab maksudnya)
Sehari setelahnya Lia, akhwat banget dengan jilbab lebarnya, mahasiswa baru angkatan 02 yang terlihat sangat kalem dan keibuan datang diantar kakak-kakaknya sekeluarga. Kakaknya terlihat sangat berat meninggalkannya, belakangan aku baru tahu dari Ibu kost, Lia yatim piatu. Aku menyapanya duluan sebagai bentuk kelegaan ada temen anak baru, Lia meminjam cairan pel lantai dan kembali membawa air seember penuh hanya untuk mengepel kamar yang luasnya ga seberapa.

Pertengahan 2004
“Yang jelas aku menunggu waktu untuk kita melakukan rekonsiliasi…”
Hanya sebuah sms yang mampu menggambarkan dan menjawab suratmu yang bgitu menyayat hati..A friend is a gift, a gift to share, a gift from a package marked HANDLE WITH CARE. I want you to know that u’r 1 of the best gift I received…”
Bendera putih akhirnya berkibar…ditandai dengan dikeluarkannya nota kesepakatan damai (cie..)


Aku lupa-lupa inget kejadian ini. Kalau ga salah, suatu sore aku pulang dari aktivitas apa gitu, dan Lia juga dari aktivitasnya, dia dateng kekamarku. Meminjam tugas kuliah, Mata kuliah Pelaksanaan Pidana, kalo ga salah. Saat itu, aku setengah bercanda, setengah serius menolak meminjamkan. Niatnya bercanda sebenere, tapi bahasaku salah kali. Dan Lia entah sedang sensi, capek atau apa langsung terdiam. Biasanya ia sering membalas atau apalah. Dan suddenly we didn’t speak each other for days. Aku bingung, tapi juga karena ga ngerasa salah, gengsi minta maaf. Sampai berhari-hari setelahnya. Aku lupa lebih dari tiga hari ga ya…setelah lelah dan bosen marahan aku menulis surat, kuselipkan dibalik pintu kamarnya. Ia membalas dengan sms tentang rekonsiliasi, aku balas dengan sms tentang gift, dan proses kami mulai ngobrol lagi terjadi begitu aja . Bahkan sebabnya kenapa ia waktu itu marah pun sampai sekarang aku lupa tanyakan. Aku ga tau kenapa marahan itu bisa terjadi, dan aku ngga ngerasa penting untuk mengungkitnya kembali.

Awal Tahun 2006 – Lia salah tentang waktu ini, tepatnya akhir tahun 2005, Desember

Allah membuktikan cinta-Nya… hingga dipanggilnya orang yang paling kau cintai untuk kembali ke sisiNya & menggenapkan rindu itu!
Pagi itu, keajaiban ukhuwah berbicara kepada kita…jaringan sms begitu sibuk untuk berlomba-lomba memberitakannya…semua orang berusaha sekuat mungkin untuk memberikan kontribusi sekecil apapun itu, kamarmu menjadi kamar paling ramai pagi itu…Rubie yang sibuk memporak-porandakan tasmu, aku yang hanya bisa ikut termangu…anak-anak BEM U yang hilir mudik ke As-Syamsa…
Tapi tahukah Ukhti?selintas, tiba-tiba aku merasa begitu iri padamu, untuk yang kesekian kalinya, Allah menunjukkan cinta-Nya padaMu!!!
Setelah sebelumnya, Allah memberi kekuatan padamu untuk belajar merasa dan memaknai arti keikhlasan, tiba-tiba Allah memberikan episode yang tidak kalah hebatnya…Bukankah Allah tidak akan menguji diluar kesanggupan hambaNya?? Itu menjadi bukti betapa Allah memberikan kekuatan iman yang semoga begitu kuat menghujam!!


Episode ini memang episode paling berkesan dalam hidupku,dan Lia memberikan pandangan baru yang mencerahkan beberapa bulan setelahnya dengan menuliskannya di surat ini. Saat itu, Bapak dipanggil kembali kehadapan Allah. Tepat beberapa hari dari tanggal SEHARUSNYA aku wisuda. Tapi aku ngga wisuda, 2 bulan sebelumnya aku memutuskan menunda wisuda sampai Maret, karena alasan amanah. Dan ternyata usia Bapak tidak sampai Maret. Aku tak pernah menyesali keputusanku. Hanya yang membuatku pedih, aku tak berhasil menunjukkan wisudaku pada Bapak, momen yang paling Bapak tunggu-tunggu karena sejak anak-anaknya kecil beliau memang ingin anak-anaknya ada yang kuliah di Fak. Hukum, jadi Sarjana Hukum, dan nantinya jadi notaris. Kebetulan akulah yang masuk FH, walau awalnya bukan disitu minatku (alias ga lulus FISIP UI…hiks). Bapak sangat menunggu-nunggu wisudaku, walau ia ga pernah mengejar-ngejar aku cepat lulus. Membayangkan betapa bahagianya Bapak seandainya melihat aku jadi Sarjana Hukum, seandainya tahu aku berhasil Cum Laude, tapi Allah berkehendak lain. Aku hanya berdoa, Allah mengganti kebahagiaan itu dengan kebahagiaan Bapak di akhirat selamanya.
Aku tak pernah menyesali keputusanku karena yakin Allah akan mengganti pedihku, pengorbananku saat itu, dan Allah memang tak akan menyia-nyiakan hambaNya. Selepas aku lulus, aku diberi banyak kemudahan, bekerja, menikah, hamil dan melahirkan, semua rasanya dipermudah sekali oleh Allah. Alhamdulillah

31 Januari 2006 08:05
NasihatmuMaduPenyembuhLukaPabilaBsamamuHilangDukaku,LewatKusedariNilaiCintamuPabilaKauTiadaLagiDisisiku(disalin seperti aslinya, sms yang begitu irit…tanpa spasi ^_^)
Saujana, StarFive, Opick, Hijjaz, dsb…Mereka menjadi Backsound yang mengiringi ritme kehidupan & hari-hari kita di Solo nan Comfort
Walaupun ternyata harus memakan korban “kemerduan” suara kita yang kadang ga tau diri (tapi yakinlah, k-lo mb Andru akan menjadikan itu sebagai masa-masa terindah dalam hidupnya…he..he..)
Nasyid Full Haroki, nan melankolis dan celotehan-celotehan tingkat tinggi kita (alias celotehan nggilani..)juga mengiringi tapak langkah kaki mnapak-tilasi jalan-jalan penuh perjuangan diseantero UNS (soale by sikil)

(Aku dan Lia ga bisa naik motor, ataupun Bicycle, so we do it by sikil)
Jalur-jalur yang kita lewati mungkin suatu saat akan menjadi saksi kita kelak dihadapanNya..walaupun, tatkala Rabu/Jumat/Sabtu pagi, ada sedikit godaan yang menyapa kita ditengah perjalanan, terutama pada saat melintasi warung bu Jinnah, kalimat yang biasa kita lontarkan “Habis ini makan dimana ya?...Makan sambil kajian atau Kajian sambil makan?)
Teringat kajian pagi di Masjid NH, setiap habis kajian pasti kita sibuk cari-cari sarapan, padahal, kadang kajiannya saja hanya dapat salam penutup..:P



Maret 2006

“Selamat wisuda ya mba, semoga bermanfaat bagi bangsa, dan negara” ( afwan aku lupa redaksionalnya, Tanya Arti langsung kali ya..)
Satu sms dari adek binaanmu, yang begitu membuat aku bangga, terharu dan sedikit menyunggingkan senyum lebar..(walaupun skenario Allah selalu mensetting aku untuk tidak pernah ada di foto wisuda kalian hiks…hiks)
Satu skenario hebat dari Allah menyapa hidupmu lagi
Jadi Murobiyah?? Why not gitu_loh…!(Baca kalimat gitu_loh, harus ada spasi alias jeda, biar mantep katanya..)
Akhirnya satu proyek besar menanti dihadapan kita, krn “sesungguhnya seorang Al-Akh sejati adalah seorang murobbi” mungkin tidak pernah terlintas dibayangan kita…mendapat kesempatan untuk berinvestasi mendapatkan “unta merah” walaupun, mungkin kita harus tertatih-tatih untuk mendapatkannya, tidak hanya tertatih, tp berdarah-darah bahkan bermandikan peluh keringat (Masih ingat ngisi polling murobbiyah?)
– Aseli, ngisi polling ini lebih susah dari ujian semester mata kuliah paling sulit!!bener2 bikin keringat dingin ngisinya. Sampai sekarang aku penasaran, siapa sih yang bikin polling itu!!
SAKSI, TARBAWI, AL IZZAH,TARBIYAH…lihatlah betapa selera kita begitu melangit(Kawanku, Harry Potter, harus mulai kita taruh didasar bahkan dipendam dalam bumi…)
Pun sekuat tenaga kita mengingat bahasa-bahasa langitan yang sepertinya perlu dibuat kamusnya…ga hanya bahasa, nama pengarang bukupun susah diingat, Fathi Yakan atau Yathi Fakan?^_^
Btw, apa kabar I’M CAT II?

- baik, terimakasih, dan sampai sekarang masih disimpan di rak buku dan belum juga dibaca. Suatu hari aku & Lia ke Gramedia Solo, nemu buku import berbahasa Inggris lagi didiskon. Harganya murah banget, cuma 10rb. Ada 2 buku, seri I ama seri II, yang seri II lebih tebel dari seri I. Kita berdua debat, siapa yang beli seri I-nya, berhubung kita sama2 ingin seri II (karena jauh lebih tebel, jadi jatuhnya kan lebih murah dengan harga 10rb itu). Akhirnya ga ada yang ngalah, kita sama-sama beli seri II. Logikanya aja ya, ceritanya aja pasti ga nyambung karena seri I-nya ga dibeli. Emang dasar hobinya beli buku, bukan baca buku! Ini nih korban buying book by its cover! Sampai sekarang ga kebaca, dan aku yakin Lia juga belum baca buku itu hehehe

14 April 2006 Detik-detik menjelang kepulanganmu…
Entah kenapa, tempat cucian mjd favoritmu akhir-akhir ini

– Terpaksa. Ga mungkin kan pulang masih ninggalin cucian
“Li, mau tempat ini ga?Lumayan buat menyemangati skripsimu : (
Itu menjadi dialog terakhir kita sebelum akhirnya aku memutuskan menulis surat ini…
Semua hanyalah sepenggal episode kebersamaan qt! Biarlah episode-episode yang lain..langit dan bumi yang akan menceritakannya..
Ukhti, anti adalah satu sahabat terhebat yang pernah aku miliki! Tak ada kebetulan didunia ini, begitupun episode kebersamaan kita…
Thanx for teach me how to paint the sky!! (Atas puisi “kuas” yang masih aq simpen salinannya…atas energi yang kau sisihkan untuk mencuci baju-baju yang mungkin membuat penuh cucianmu…so sweet, right?!
Jazaakillah Khair…atas persaudaraan yang begitu indah dijalanNya..tiada kata seindah kata Ukhuwah…(Imam Hasan Bashori…siapa? Seorang ulama dijalanNya…^_^)
Atas episode 44 bulan kebersamaan yang begitu luar biasa
Afwan jiddan, atas khilaf & Kesalahan yang tercipta, mohon keikhlasannya u memaafkan, klopun ga ikhlas minimal Ridho…^_^
Smg…Allah mempertemukan kita dalam keadaan yang lebih baik !
Sungguh…kita hanyalah manusia-manusia biasa yang berusaha mendapatkan ridhaNya…
“Allahumma innaka ta’alamul anna hadzihil qullub…” Yakin, kita akan dipertemukan kembali dalam doa-doa kita…
Dan akhir dari semuanya…adl akhirat…! Satu cita, “Berjuang didunia, berharap pertemuan di Syurga…”

Sepenggal episode kisah klasik untuk masa depan
With Ocean Of Love,

Lia
Kamar No. 6 19.47 140406

NB: Tulisan ini mmg sengaja dibuat disebalik kertas tausiyah(Bukan krn aku ga punya kertas lho!)


Lia mengucapkan terimakasih telah menjadi sahabatku, sesungguhnya aku yang seharusnya banyak berterimakasih padanya. Seorang Ukhti yang luar biasa. Meski adik kelas, sesungguhnya ia banyak berperan sebagai kakak untukku. Mendengar setiap keluh kesah, dan memberikan saran terbaiknya. Menguatkan langkahku yang sering labil. Sepenggal episode diatas tak mampu menceritakan seluruh waktu –waktu yang kami lalui, tapi sungguh episode-episode ini sangat membantuku untuk bangkit saat sedang jatuh. Dan Subhanallah, ternyata aku masih disini saat ini, “tenggelam “ bersama-sama dengan kafilah dakwah yang dulu awalnya saja aku merasa tercebur (saat itu Lia bilang, kalo merasa kecebur, tenggelam aja sekalian. Toh tenggelam dalam kebaikan, bukan tenggelam dalam maksiat ). Sejujurya aku ingin bertemu dengannya, ingin tahu keadaannya dan seandainya kabar-kabar itu benar, ingin kuberikan surat yang ia tulis untukku. Mengingatkannya pada, berjuang didunia, berharap pertemuan disyurga. Saat ini, Allah sepertinya baru mengijinkan kami bertemu hanya dalam doa.
Wallahu'alam bishawab
disamping NH pulang kajian pagi
 
***
BAYI-BAYI ITU...
26 Februari 2009 by Destri Atmayanti
Beberapa hari ini, sudah sejak lama sebenarnya, aku sering menemui berita mengenaskan tentang bayi. Banyak, terlalu banyak malahan cerita pahit tentang bayi yang dibuang (Alhamdulillah masih ada yang ditemukan dalam keadaan hidup), dicekik tali sepatu, ada yang dibandul dengan batu lalu dibuang ke ciliwung, ada yang dipaksa minum racun, ada ribuan janin yang diaborsi, ada yang ditemukan dalam bagasi pesawat, ada yang disimpan dibawah ranjang tempat tidur hingga jadi rangka sampai-sampai susah untuk dikenali jenis kelaminnya. Astaghfirullah…ahhh.. aku bahkan tak mau memikirkannya. Perasaanku ini mungkin sama dengan wanita-wanita lain yang merasakan kepedihan yang sama menatap fenomena itu diluar sana. Yang jelas tak akan sama dengan mereka yang melakukan itu pada bayi2 mereka. Naudzubillahi min Dazalik. Jangan sampai aku punya 0,0000001 % saja sifat seperti orang-orang itu. Banyaknya makhluk lemah itu teraniaya. Aku bahkan tak mau memikirkan seperti apa rupa ibu mereka yang tega melakukan itu, seperti apa sempitnya pikiran mereka? Betapa kelamnya hati mereka, mungkin gelap seperti dasar lautan yang tak tersentuh cahaya keimanan. Pedih…aku menangis untuk mereka, bayi-bayi mungil itu dan berdoa untuk kebaikan yang akan mereka dapatkan dalam kehidupan yang sesungguhnya diakhirat, karena mereka tak diterima disini. Ingin rasanya aku mendoakan keburukan bagi orangtuanya, tapi Allah melarangku berdoa yang buruk. Semoga Allah memberi mereka hidayah, agar mereka dapat menyesali perbuatannya. Ada yang bilang, janganlah menghakimi dulu, siapa tahu ibu bayi-bayi itu sendiri adalah korban, korban keadaan ekonomi yang menghimpit, maka orang yang paling bertanggung jawab adalah pemerintah yang tak bisa memberi kehidupan bagi rakyatnya. Mungkin korban pemerkosaan, maka yang paling berdosa adalah pemerkosanya. Bagiku, apapun, mereka memang korban, mereka adalah korban kebodohan dan kedangkalan hati sehingga menjadikan bayi-bayi mereka sebagai tumbal kebodohan mereka. Aku pikir aku tak perlu bersimpati pada orang-orang itu, orang-orang yang karena mereka lebih kuat lalu semena-mena pada kelemahan bayinya. Seandainya bayi-bayi itu mampu melawan, ia pasti akan melawan, bila mampu bicara ia pasti akan bertanya “karena dosa apakah aku dibunuh? Dosakukah ayah / ibu menjadi orang miskin? Dosakukah ibu diperkosa lalu lahirlah aku? Dosakukah kalian penikmat seks bebas berzina lalu aku hadir ditengah kalian menghancurkan masa depan kalian yang masih panjang?”
Astaghfirullah, itu bukan dosanya! Bukan bayi-bayi itu yang harus memikul akibat perbuatan orang dewasa. Allah…Kau Maha Adil..Tetapkanlah keadilan untuk mereka. Hancur..hancur..hancur…hatiku
 ***
REFLEKSI 2 TAHUN PERNIKAHAN
20 Januari 2009 by Destri Atmayanti
Bila orang (lajang) beranggapan bahwa dengan menikah adalah akhir sebuah tujuan, akhir sebuah cerita, penyelesaian segala masalah, seperti di akhir dongeng-lalu mereka hidup bahagia selama-lamanya, bisa dikatakan mereka salah. Wooo..kesannya seram sekali menikah. Yaaa..ga seseram itu sih… tapi juga ga seindah itu. Intinya itu saja. Menikah justru awal dari segalanya, awal menentukan tujuan, awal beradaptasi dengan pasangan dan keluarganya, bahkan awal dari masalah-masalah baru. Memang, sebelum menikah, yang terbayang semua yang indah-indah. Bayangan seindah surga. Kenyataannya?hmmmm…(silakan tafsirkan sendiri)
Bagaimanapun, aku sangat bersyukur telah menikah, meski kadang terlintas dipikiranku yang nakal, waah..kalau masih lajang enak nih, masih bisa begini-begini dan begitu-begitu, misalkan mau I’tikaf, mau aksi, mau kegiatan apa, tidak perlu banyak pertimbangan. Mau jalan ya jalan aja ga perlu ijin suami. Tapi, saat pikiran itu melintas, terkadang aku berpikir, bodoh juga berpikir begitu, sementara disaat yang sama, aku malah banyak mendapat kemudahan karena telah menikah, minimal jadi ada yang nganter jemput. Pada akhirnya, semua ini tentang bagaimana kita bersabar dan bersyukur.
Awal menikah dulu, aku membayangkan, seperti pasangan-pasangan lain yang tak punya apa-apa diawal kehidupan rumah tangganya, maka aku bersiap-siap hidup prihatin. Dalam bayanganku, aku akan hidup di kontrakan petakan sempit, mencuci baju pakai papan gilesan, masak masakan seadanya (sebisanya, abis ga bisa masak hehehe), membawakan suami bekal makanan demi menghemat pengeluaran rumah tangga….eee, (Alhamdulillah) ternyata semua bayanganku ga ada yang terwujud. Subhanallah…
Rumah kontrakan , karena agak terburu-buru mencarinya, dapatnya malah kontrakan yang terlalu luas buat kami tinggali berdua. Sebuah rumah dengan dua kamar. Yang ada , setelah ditinggali kesannya lapaaaaaaang banget, toh kami juga ga punya perabotan rumah tangga. Jadi rumah itu benar-benar kosong melompong. Hari kedua setelah akad, tiba-tiba suamiku mengajakku ke salah satu hypermarket terdekat. Aku disuruhnya memilih mesin cuci. Sampai terbengong-bengong aku dibuatnya. Bayangan mencuci dengan papan gilesan, sikat dan tangan sangat erat melekat, tak terpikirkan akan memiliki mesin cuci secepat itu. Ternyata suamiku sangatlah pengertian dan perhatian, ia sadar pekerjaan mencuci termasuk golongan kelas berat dalam kehidupan rumah tangga, maka ia dengan segala kebesaran hati menyisihkan dana simpanan untuk beli mesin cuci. Alhamdulillah sambil berjalan, kami bisa mengumpulkan sedikit demi sedikit perabotan rumah tangga (Hingga sekarang saat kami kebagian rezeki menempati rumah petakan sempit, baru terasa…duh, sempit!!!Barang-barang kita banyak banget siiih..meski perabotan semacam kursi, sofa, meja tetap tidak masuk dalam daftar belanja kami) dan Alhamdulillah, kami selalu diberi lebih oleh Alah, meski dalam hitungan kertas tampaknya akan besar pasak daripada tiang, ujian orang tua yang sakit dan butuh biaya banyak dan sebagainya Alhamdulillah mampu kami lewati tanpa berhutang.
Sungguh, kadang-kadang aku suka bertanya pada Allah, layakkah aku menerima nikmatMu ini ya Allah? Segala kemudahan dan fasilitas. Sementara aku masih sering kurang bersyukur. Sering lalai, Sering Malas. Aku hanya berusaha mengingatkan diri dan suami terus menerus, harta adalah ujian, orang yang diberi sedikit harta sedang diuji, orang yang diberi banyak harta pun sedang diuji, semoga kami mampu melewati segala ujian, baik miskin harta ataupun banyak harta. Dan terutama berdoa, agar sedikit atau banyaknya harta kami diperoleh dengan halal & thayyib sehingga Allah ridha.
Sepanjang perjalanan rumah tangga kami, masalah keuangan memang bukan masalah utama rumah tangga kami. Yang sering menjadi masalah diantara aku dan suami justru lebih banyak masalah komunikasi. Perang dingin tak jarang pula kami alami. Syukur, kami berdua bukan orang yang suka ngomel dan adu mulut. Selama 2 tahun ini, kusadari, tipe kami sama. Kalau sedang kesal, tiba-tiba diam (ditambah dengan muka jutek, garang, sinis), lalu setelah badai dihati mereda baru bicara. Jadi tidak pakai piring,gelas,handphone terbang, tidak mengeluarkan isi kebun binatang dan masalah lebih mudah terpecahkan bila dibicarakan dengan kepala & hati yang dingin.
Awal-awal menikah aku banyak ngambek. Tiba-tiba diam, menangis, jutek. Suamiku bingung. Saat aku diam begitu, dia selalu memaksa aku bicara. Dia paling ga tahan aku bersikap diam begitu. Padahal aku diam untuk mendinginkan hati dan kepala. Setelah dingin, aku pasti akan bicara, “tadi itu begini-begini…” “Aku ga sreg kalau mas begitu-begitu…” Diawal pernikahan saat aku “kambuh” begitu, suami kadang ikut emosi. Ikutan “ngambek”, dia frustasi karena aku diam saja. Yang dia inginkan aku membicarakan apa yang sedang terjadi, kenapa aku tiba-tiba diam. Sesungguhnya, aku benar-benar ga sanggup bicara kalau sedang emosi. Jadi lebih baik diam. Kalau suamiku cenderung terus terang, jadi ia lebih sering langsung bicara saat sedang merasa tidak enak hati dengan apa yang kulakukan. Akhir-akhir ini entah ketularan atau apa, suamiku juga sering diam saat sedang emosi. Dan aku gantian, mengorek-ngorek dia untuk bicara. Yang jelas, Alhamdulillah kami jarang bertengkar mulut, ngotot-ngototan mempertahankan pendapat. Sejak awal, kami membiasakan saling minta maaf meskipun bukan sebagai pihak yang salah. Minimal, minta maaf telah membuat pasangan merasa tidak nyaman dengan perbuatan kita, meski kadang kita tidak sadar telah melakukan kesalahan. Semoga kebiasaan saling meminta maaf ini bisa lestari selama-lamanya. Sekarang-sekarang ini, setelah begitu banyak perang dingin yang kami alami, kami merasa sudah lebih dewasa dalam memecahkan masalah. Setelah semua yang terjadi, sering kali perang dingin disebabkan kesalah pahaman. Setelah dibicarakan ternyata ada kesalahpahaman ditengah-tengah kami. Saya inginnya A, suami inginnya B. Ga nyambung lalu perang dingin. Sejujurnya dalam banyak hal, kadang aku sadar, sepertinya aku yang kurang dewasa dan suami yang lebih pengertian. Kadang, aku yang kurang bisa mengkomunikasikan keinginanku, lalu sebel sendiri, lalu emosi. Diam. Akhir-akhir ini aku merasa seperti itu. Padahal seandainya itu dibicarakan, bisa saja selesai tanpa pakai protokoler ngambek terlebih dahulu. Aku hanya bisa berdoa semoga saja suamiku bisa terus bersabar menghadapi aku.
Satu hal lagi, yang sangat kutekankan pada diriku sendiri, mengalah. Kadang saat menghadapi masalah, sikap mengalah sangat membantu. Meski kadang ada syaithan yang menyanyikan sebuah lagu yang dinyanyikan band seventeen di telingaku “Mengapa selalu aku yang mengalah….?” Tapi ya…ngga juga sih..kadang karena keegoisan kita, kita selalu merasa kita terus yang mengalah. Padahal, dalam banyak hal yang ga kita sadari, mungkin pasangan kita juga banyak mengalah. Jadi selama memang mengalah bisa meminimalisir masalah, ya lakukan saja. Itu salah satu cabang bersabar dalam kaidah bersabar dan bersyukur yang aku anut dalam rumah tangga ini.
Hari ini dalam kalender Hijriyah, pas 2 tahun sudah pernikahan kami.
Mengenang masa dua tahun yang lampau, banyak kisah yang kami alami. Kisah lucu masa adaptasi kami berdua, adaptasi kami dengan keluarga masing-masing, kisah sedih saat kepercayaan diantara kami berdua sedang diuji, kisah bahagia dengan kehadiran buah hati kami Asma Izzatunnisa dan menyusul calon adiknya didalam rahim, hidup bertetangga dilingkungan yang tak kondusif, tentu akan lebih banyak kisah yang kami alami nanti, hanya satu harapanku, semoga semua kisah itu, baik senang, sedih, duka tawa, senantiasa berbalut ridha Allah dan kesadaran untuk mencapai tujuan hakiki pernikahan ini karena Allah. Sehingga nantinya kami sekeluarga dapat berkumpul di Jannah-Nya dan dijauhkan dari api neraka.
Wallahu’alam


23 Muharram 1430 H

Temukan kami di Facebook